PKS : Standar Ganda Akibat Konsep Jamaah Adalah Partai














Jamaah dalam pengertiannya bisa menjadi banyak arti jika berdiri sendiri. Tetapi ketika disandingkan dengan kata muslimin (jamaah muslimin) atau dakwah (jamaah dakwah) akan memiliki tafsiran yang sangat dalam dan memiliki kontrak sosial yang ketat. Ketika seorang muslim bergabung ke dalam sebuah jamaah dakwah maka yang harus dilakukannya adalah berbaiat dan berkomitmen didalamnya.

Ada sebuah kerancuan yang cukup pelik ketika sebuah jamaah dakwah di senyawakan bulat-bulat dengan partai politik yang bernafaskan demokrasi. Kaidah-kaidah yang berlaku kepada sebuah jamaah dakwah akan banyak termentalkan oleh prinsip demokrasi yang dianut oleh sebuah partai politik.

Apa akibatnya? Akibatnya akan terjadi multi tafsir terhadap metode ini. Orang umum akan memandang bahwa jamaah ini adalah sebuah partai politik sehingga hukum-hukum lazim terhadap sebuah partai politik akan berlaku (ex: kelola masjid dituduh politisasi masjid. Padahal belum tentu, iya gak?gaaaaaak…siapa itu???hehehe).

Sedangkan dari kalangan internal yang tetap memandang partai adalah jamaah dakwah menjadi kebingungan atau menerapkan standar ganda untuk menanggapi kritikan-kritikan yang datang kepadanya. Apabila ada seorang asatidz yang kebijakan publiknya ditelanjangi bulat-bulat didepan publik, maka keluarlah dalil-dalil jamaah yang ketat tentang keharusan menasehati qiyadah secara ahsan, pakai prosedur dan lain sebagainya. Tetapi ketika menanggapi kebijakan qiyadah yang rada membingungkan, maka keluarlah alasan bahwa itu adalah seni dalam mihwar musyarakah siyasi.

Contohnya sebagai berikut :
Ketika sebuah partai dakwah memutuskan utuk mempahlawankan seorang rezim yang memiliki track record yang buruk (entah apa motivasinya?)
Maka sayapun bertanya : “Akhi, kenapa partai antum mengangkat si fulan jadi pahlawan?”
Dengan sumringah si ikhwahpun menjawab. “Antum belum tahu akhi! Ini strategi kita! Strategi menjelang 2009! Dalam berpolitik harus bermain cantik!
“Oh…gitu ya??” tanggap saya.

Beberapa hari kemudian, ada yang mengkritik kebijakan qiyadah partainya tercinta lewat media massa. Si ikhwahpun menggerutu :” Ini anak yang mengritik partai gak ada akhlaknya sama sekali!, seharusnya dia mengkritik qiyadah secara ahsan!”
Lanjut si ikhwah lagi “Khan ada mekanisme tabayyun, dia khan bisa datang ke DPD atau DPW!”

Dalam hati saya membatin…”waduh kemarin ketika buat kebijakan politik ala dewa mabuk di bilang bermain cantik ala demokrasi liberal. Sekarang, giliran dikritik berubah 180 derajat dengan memberlakukan aturan cara menasehati dalam jamaah versi salafi yang bermanhaj ahlussunnah wal jamaah.”

Atau ketika dulu demonstrasi habis-habisan terhadap Suharto, Gus Dur, Megawati di jalanan teriak-teriak aibnya dan ribuan kali di tahdzir oleh ikhwah salafi agar menasehati pemimpin dengan cara ahsan dan non-publik. Dijawab : Kritik pemimpin publik harus secara publik lalu berargumen tentang cara nasehat seorang pemuda terhadap Umar.

Sekarang, giliran mulai menjadi partai besar, dikritik secara publik lantas keluarkan jurus dalil-dalil agar menasehati qiyadah secara santun. Jangan umbar aib jamaah di depan publik., awas ghibah! Dan sejenisnya. Bukankah itu standar ganda saudaraku?

Itulah sekilas sebuah cerita yang langsung saya alami sendiri. Langkah yang terbaik menurut saya adalah menjadikan partai sebagai salah satu sayap jamaah, bukan lagi mbulet-bulet di terjemahkan menjadi satu. Sehingga mekanisme kontrol menjadi jelas. Jadi slogannya berubah menjadi Al Hizb Minal Jamaah, Bukan Jamaah Huwal Hizb Wal Hizb Huwal Jamaah.

Halah….apalah artinya dirimu Bal, emang ente didengar? Lho? Khan usaha bos! Lagian nulisnya juga diblog bukan buat Tribun Timur, dengan keadaan santai sambil makan kue.hehehe

Lantas kalau ditanya: “Bal, apa motivasi ente buat tulisan kayak gini?”

Saya jawab:
Jujur, saya sangat kagum dengan pergerakan Ikhwanul Muslimin. Saya merasa sangat sesuai dengan rambunya, konsepnya, semuanyalah! Saya salut sekali dengan HAMAS! Cuma kok di Indonesia kayak gini ya? Setahu saya satu-satunya Jamaah Ikhwanul Muslimin (JIM) yang bertransformasi bulat-bulat menjadi partai politik hanyalah di Indonesia. Salah satu alasan mengapa struktur tersebut dipergunakan adalah trauma akibat kasus JIM di Sudan. Terlalu lemah alasannya kalau saya pikir. Bukankah konsep khilafah banyak sekali mengalami kegagalan? Mulai dari disusupi sistem monarki, khalifah yang tidak becus dsbnya? Toh kita tidak pernah berhenti untuk memimpikannya? Bukan begitu? Bukan!!! Lho siapa lagi tuh?hehehehes

Saya merasa, bahwa semua akar semua permasalahan saya sewaktu masih aktif di PKS karena semua energi jamaah disatukan dengan partai politik. Sehingga seluruh sudut pandangnya adalah partai politik, sudut pandang MR kepada binaannya, sudut pandang anggota kepada ketuanya, bahkan sudut pandang akhwat kepada ikhwan (hehehe). Kebaikan seorang kader dinilai dari ketaatannya kepada kebijakan partai politik yang belum tentu bisa sesuai dengan aktualisasi dakwah di umat. Siapapun, kalau ada ikhwah yang tidak sepakat dengan kebijakan qiyadah partai akan di alienasi.

Akibat permasalahan itu, komitmen saya terhadap jamaah melemah, memudar, dan menghilang. Ketika dikucilkan, saya menjadi teringat dengan kerja-kerja saya. Dan bertanya-tanya dalam hati, mengapa saya harus diasingkan? Akhirnya saya menjadi tidak ikhlas. Ya Allah, ampuni hambamu.

Saya merasakan sendiri ketika masih jadi pemegang amanah dakwah kampus di tahun 2005-2007. Saya di anggap pembangkang tidak taat dan lain sebagainya karena menolak atribut kepartaian secara mencolok di kampus. Saya menolak intervensi partai secara berlebihan terhadap KAMMI. Akhirnya apa? Perlahan tapi pasti semua hak-hak saya sebagai kader dilucuti. Wesabbe D-17 tempat kami mangkal diperintahkan agar tidak dipergunakan lagi sebagai tempat rapat. Saudara saya bahkan diteror karena menulis opini yang tidak layak menurut struktur partai.

Sewaktu pencalonan ketua KAMMI Sul-Sel ada tangan gaib yang mentaklimatkan agar nama saya di garis hitam. Tidak berhenti sampai disitu, MR saya juga ikut-ikutan mengucilkan saya. Dilempar ke kelompok halaqah yang tidak saya senangi. Bahkan hak saya yang paling asasi sebagai seorang lelaki di hapuskan. Biarlah saya serahkan saja ke pengadilan-Nya kelak di yaumil akhir. Ketika tidak ada lagi status jamaah, tidak ada lagi murobbi dan mutarabbi, tidak ada lagi tua dan muda, tidak ada lagi qiyadah dan jundi. Halah … kok jadi curhat…

Tulisan saya ini cuma salah satu bentuk kepedulian saya, terserah mau dibilang barisan sakit hati atau whatever-lah! (senjata andalan!, semua yang mengkritik dibilang barisan sakit hati!) Toh saya tidak pernah menuntut apapun dari jamaah PKS. Saya keluar meninggalkan semua popularitas, godaan politik dan lain sebagainya. Kalau saya mau bisa saja saya menjilat-jilat sedikit agar mendapat “kue” itu. Tapi saya menolak! Saya tidak mau amal-amal yang saya bangun terkikis akibat ketidak-ikhlasan yang mulai menggerogoti akibat ketidakadilan yang saya alami.

Pada saat ini tidak ada lagi jamaah muslimin, yang ada hanyalah jamaah dari kaum muslimin. Sehingga tidak berhak seorangpun dari jamaah manapun mengatakan bahwa orang yang keluar jamaahnya adalah mati dalam keadaan jahiliyah. Saya kira kita semua sepakat mengenai hal ini (kecuali LDII kali ya?tidaaaaaak!! siapa itu? HUSH!).

Terakhir mengutip Mursyid 'Amm ketiga Ikhwanul Muslimin, Syaikh Umar al-Tilmisani rahimahullah ketika beliau melihat keterjerumusan para pemuda di bidang politik dan kurang perhatian pada sisi-sisi Islam yang lain, menulis dalam buku Limadza A'damuuni:

“Tetapi sangat disayangkan di saat aku menulis tulisan ini pada tahun delapan puluhan, bahwa kegiatan generasi muda yang terjun dalam medan Islam, nyaris terbatas pada bidang politik saja. Seakan-akan mereka tidak mau kembali dakwah kepada agama Allah kecuali dari arah politik”

21 Responses to "PKS : Standar Ganda Akibat Konsep Jamaah Adalah Partai"

  1. Karena dengan berpolitik, tujuan yang akan digapai semakin mudah. Kaitannya dengan kewenangan.

    ReplyDelete
  2. Saya turut prihatin, mungkin ini bagian dari kekurang dewasaan anda dalam memandang sebuah masalah.

    ReplyDelete
  3. Kenapa harus menjadi ahlul bid'ah??? Saya pikir tidak harus begitu.

    ReplyDelete
  4. TO Kusman :
    Terimakasih atas pandangannya..
    Ahlul bid'ah? dimana kata2 itu?

    ReplyDelete
  5. You don't Know me well...ok? And you don't know why i have to take this decision...

    ReplyDelete
  6. Anda tidak menjawab argumen saya. Cuma menyerang pribadi saya. Tapi it's okay..kalo memang ini cara anda berdiskusi..sangat tidak intelektual

    ReplyDelete
  7. Hehehehhe aduh yg mana sihhhhhhhhhh. Saya pikir anda sudah banyak tahu ttg PKS atau persoalan yg anda tulis. Saya cuma menyimpulkan dari berbagai tulisan yang berkecamuk di pikiran Om Iqbal.

    Saya ini bukan kader............. cuma orang luar.

    ReplyDelete
  8. Assalamualaikum...
    Sekedar usul saja,bagaimana kalo Nasehat2 yang Ka' Ikbal tulis diBlog Langsung diSampaikan kePengambil Kebijakan(Majelis Syuro/Ketua DPD/DPW,Sekjen PKS)Yang ada di PKS..Biar lebih TEPAT SASARAN...

    ReplyDelete
  9. Capek deh kak .. ga bosen2nya.............

    Ups.. capk deh....

    ReplyDelete
  10. assalamu'alaikum...salam ukhuwah. "Qulil haqqa walau kaana murran". Tetap istiqamah dalam dakwah ya akhi...

    ReplyDelete
  11. Ana tahu perasaan antun, soalnya ana gitu juga ampe sekarang dikucilkan, gak mau mendekat lagi, kecuali ada usaha dari jamaah yang mau menarik ana lagi.
    Memang susah dapat yang ideal. Kalau dikucil yang mending antum bebas aja dulu tanpa terikat ya kan?! Memang tanpa jamaah amalan antum kurang afdhol? Dikeluarkan kan bukan kehendak antum, mending dakwah di blog nih, sambil cari kenalan baru! ya ndak, iyaa doong, santai aja lagi.

    ReplyDelete
  12. well... org yg bergabung dgn jama'ah memang tdk semata mereka yg sholeh dan sholehah (hanif). Banyak org2 yg lebih sholeh, lebih hanif, lebih taqwa. lebih beriman blm tentu bs bergabung dgn jama'ah ini dikarenakan tdk memahami konsep, visi misi dan yg paling penting tdk bs berintegrasi dan beramal jama'i dgn baik. Amala jama'i adalah sevisi semisi seirama & sami'na wa ata'na dgn keputusan syura setelah diketuk palu. Sebelum ketuk palu tafadhol beda pendapat.
    Kalo saran sy, untuk saat ini bang iqbal memang lebih tepat berada diluar, krn klo didalam akan merusak sistem. Seperti keberadaan beberapa ustadz kita di FKP. Tdk bs dipungkiri mereka secara kelimuan, keimanan, ketaqwaan adalah org2 yg lebih. Tp keberadaan mereka dalam sistem ketika tdk bs bersinergi dgn jama'ah dan keputusan syura yg sudah ketuk palu, maka mereka bisa merusak sistem. Oleh karena itu tingkah laku mereka yg bs merusak keutuhan jama'ah maka mereka harus di 'cut off" biar tdk menghabiskan energi jama'ah ini mengurusi mereka, tdk merusak sistem yg sudah ada dan biar tujuan cepat terealisasi. Adapun masukan, kritikan yg bermanfaat untuk kemajuan dakwah insya Allah pasti diterima. Begitupun bang iqbal memang sebaikx diluar saja. Krn walopun sholeh, beriman dan taqwa, keberadaan antum dalam jamaah akan merusak sistem. Jadi memang lebih baik berjuang di luar saja. Toh amalan sholeh antum insya Allah akan diterima oleh Allah Swt walopun tdk dalam jama'ah. Insya Allah akan lebih banyak org2 yg mau bekerja ikhlas dan bersinergi, seirama dgn jama;ah ini untuk mewujudkan cita2x...OK...

    ReplyDelete
  13. saya sangat terkesan dengan pandangan, nasehat, dan curhat bang iqbal dan tmn2 FKP. sangat membangun kalo disampaikan langsung kpd yg berhak.bukannya rasulullah dan para salafushashalih sudah mencontohkan etika berjamah dan memberi nasehat kpd saudara??
    yuk, kita amalkan aja hal itu....!!!

    ReplyDelete
  14. PKS itu sudah go public, kenapa sih harus masih pake dalil2 jamaah yang ketat. Waduh..logikanya gak nyambung bro!

    ReplyDelete
  15. Kalau ikhwah PKS demo menurunkan Gusdur, menurunkan Mega, apa itu bukannya mnyalahi prinsip yang antum nasehatkan kepada saya khan?
    Atau qiyadah2 PKS itu maksum dan gak boleh dikritik? istigfar akhi!

    ReplyDelete
  16. Tulisan yang menarik dan faktual...briliant!

    ReplyDelete
  17. @ anonymous ... persis seperti ungkapan guru ngaji saya dulu di kampus, waktu saya kritik soal pemahaman Tauhidnya, "Antum itu seperti kerikil dalam sepatu, jadi lebih baik antum memisahkan diri dari kelompok ngaji ini ..." Logika yang aneh, dinasehati kok ngusir ...?

    ReplyDelete
  18. ehm, great, sy juga mengalami hal yg sama akh ikbal, sampe ana takut ana berada di jamaah yang hampir mirip neo khawarij...tapi jamaah tsb tidak usah sy sebut ya, sy gak amu spt domba yang digiring ke sana kemari harus nurut, bukannay kalau mati sy bertanggung jawab atas diri sy sendiri ya, tidak bersama golongan, inilah penyakit ashobiyah yang pernah diperingatkan Rasululloh sehingga memutuskan kejernihan akal....

    ReplyDelete
  19. Menarik sekali bung pengalamannya.

    Wassalam
    Masmulyadi
    http://mwkusuma.wordpress.com

    ReplyDelete
  20. Hari ini pks makin menunjukkan kecenderungan yang sesungguhnya..... jangan katakan yang berjatuhan di jalan da'wah adalah mereka yang keluar dari pks. Siapa yang dapat menjamin pks hari ini berjalan di atas manhaj da'wah yang benar?......

    ReplyDelete
  21. Memang sejarah partai Islam tidak akan pernah membawa Islam jaya, dan Kejayaan Islam tidak bisa diperjuangkan dengan partai

    ReplyDelete