Kedudukan Hadits “Perpecahan Ummat Menjadi 73 Golongan”


Terdapat hadits tentang perpecahan ummat menjadi lebih dari tujuhpuluh golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu golongan. Hadits ini masih dipertanyakan keabsahan riwayatnya.


“Orang Yahudi berpecah belah menjadi 71 atau 72 golongan, orang2 Nasrani berpecah belah menjadi 71 atau 72 golongan, sedangkan ummatku berpecah belah menjadi 73 golongan.Semuanya dineraka kecuali satu golongan.”

1. Pertama kali harus diketahui bahwa hadits ini tidak terdapat sama sekali di dalam kitab Ash Shahihain, padahal masalahnya sangat penting. Ini berarti hadits tersebut tidak shahih menurut salah satu syarat dari keduanya (Bukhari dan Muslim). Sekalipun kitab Ash Sahihain tidak mencakup seluruh hadits shahih, tetapi keduanya tidak pernah meninggalkan satupun masalah penting. Pasti akan disebutkan didalamnya walaupun satu hadits.

2. Sebagian riwayat hadits tersebut tidak menyebutkan semua golongan akan masuk neraka kecuali satu, tetapi hanya menyebutkan perpecahan dan jumlah golongan yang muncul.

Hadits ini pula dinyatakan hasan shahih, oleh Turmudzi serta dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban dan Al Haki. Riwayatnya dari jalan Muhammad Bin Amer bin AlQamah bin Waqqash Al Laitsi. Siapa saja yang membaca riwayatnya didalam Tahdzibu ‘T Tahdzib pasti akan mengetahui bahwa dia seorang perawi yang dipermasalahkan segi hafalannya. Bahkan tidak ada yang menilainya sebagai orang yang tsiqat (terpercaya). Semua ahli hadits menyebutkan bahwa dia lebih kuat dari orang yang lebih lemah darinya. Oleh sebab itu, Al Hafidzh didalam kitab At Taqrib mengatakan : “Dia orang yang jujur tetapi banyak keraguan” Padahal kejujuran saja dalam masalah ini belum cukup bila tidak didukung dengan kekuatan hafalan (dlabt), apalagi dia termasuk orang yang banyak keraguan.

Perlu diketahui bahwa Turmudzi, Ibnu Hibban dan Al Hakim adalah termasuk perawi yang sangat gampang menshahihkan suatu hadits, Khususnya Al Hakim, sangat longgar dalam mensyaratkan sebuah hadits shahih.Disini Al Hakim menshahihkan hadits diatas menurut syarat muslim karena Muhammad Bin Amer adalah perawi yang dipakai oleh muslim. Tetapi Adz Dzahabi menolaknya karena muslim tidak pernah memakainya dalam satu hadits sendirian.

3. Dikalangan ulama terdahulu dan sekarang ada yang menolak hadits tersebut baik dari segi sanadnya ataupun dari segi matan dan maknanya. Adapun komentar-komentarnya adalah Sebagai berikut :

- Al Allamah Ibnu’l Wazir :” Janganlah kalian tertipu oleh hadits lemah yang menyatakan semuanya di neraka kecuali satu golongan. Itu adalah tambahan batil dan tidak benar bahkan merupakan rekayasa orang-orang mulhid”.
- Ibnu Hazm : Ini adalah hadits palsu. Tidak mauquf (sampai kepada sahabat) juga tidak marfu’ (sampai kepada Rasul SAW). demikian pula hadits-hadits tentang celaan terhadap Qadariah,Murju’ah, dan Assyariah. Semuanya adalah hadits-hadits Dhaif dan tidak kuat. (Al Awashim Wal Qawashim ,/186)”
- Al Hafidzh Ibnu Katsir : “ Disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan dari beberapa jalan dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda :”Ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. semuanya di dalam neraka kecuali satu golongan” Ibnu Katsir tidak menyebutkan hadits itu shahih atau hasan, bahkan tidak menambah penjelasan, padahal menjadi kebiasaan beliau adalah ia menafsirkan secara panjang lebar dengan menyebutkan hadits2 dan atsar2 yang sesuai dengannya.

Kesimpulan :
Bahwa hadits mengenai terpecah belahnya ummat islam ke dalam 73 golongan keshahihan haditsnya masih dipertanyakan. Dan celakanya adalah saling klaim antara setiap manhaj da’wah atau mazhab tertentu yang mengatakan merekalah golongan paling selamat daripada yang lain.

Walaupun di hasan atau shahihkan oleh beberapa ulama, hadits tersebut tidak menunjukkan perpecahan itu dengan bentuk dan jumlah yang abadi hingga hari kiamat. Bila pada suatu masa telah muncul perpecahan maka cukuplah itu sebagai bukti kebenaran hadits itu.

Bisa jadi sebagian dari golongan2 itu telah muncul kemudian berhasil ditumbangkan oleh kebenaran hingga lenyap selamanya. Dan inilah secara riil terjadi dengan golongan yang menyimpang sebagian daripadanya telah lenyap.

Selain itu hadits tersebut menunjukkan bahwa semua golongan itu adalah bagian dari ummat Nabi SAW, karena Nabi SAW bersabda : “Ummatku berpecah belah”. Ini berarti bahwa golongan2 itu kendati banyak melakukan bid’ah tidak keluar dari millah (agama) dan tidak terlepas dari tubuh ummat islam.

Adapun keberadaannya nanti dineraka, tidak berarti akan tinggal selamanya sebagaimana orang kafir. Tetapi mereka akan masuk ke dalam neraka sebagaimana orang mu’min yang melakukan maksiat.

Bahkan mungkin saja mereka akan mendapatkan syafaat dari orang yang berhak memberi syafaat, atau mungkin Allah akan mengampuni mereka dengan karunia dan kasih sayangNya. Khususnya jika mereka sudah mengerahkan segala upayanya untuk mencari kebenaran tapi masih salah jalan. Wallahu ‘alamu bisshowab....

12 Responses to "Kedudukan Hadits “Perpecahan Ummat Menjadi 73 Golongan”"

  1. Akhi, hadits-hadits yang menyatakan perepcahan ummat menjadi 73 golongan itu mencapai derajat mutawatir. Berikut hadits-haditsnya secara lengkap tentang perpecahan ummat:

    Hadits dari ‘Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu

    افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة فواحدة في الجنة وسبعين في النار, وافترقت النصارى على ثنيتين وسبعين فرقة فإحدى وسبعين في النار و واحدة في الجنة والذي نفس محمد بيده لتفترقن أمتي على ثلاث وسبعين فرقة واحدة في الجنة وسبعين في النار, قيل يا رسول الله من هم؟ قال: هم الجماعة

    “Telah berpecah belah umat Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan, satu golongan di Surga dan tujuh puluh golongan di Neraka. Dan telah terpecah belah umat Nashrani menjadi tujuh puluh dua golongan, tujuh puluh satu golongan di Neraka dan satu golongan di Surga. Demi dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, benar-benar akan terpecah belah umatku menjadi tujuh puluh tiga golongan, satu di Surga dan tujuh puluh dua golongan di Neraka”. Sahabat bertanya:’Siapakah mereka ya Rasulullah?’. Sabdanya:”Mereka adalah Al-Jama’ah” (HR. Ibn Majah; At-Thabari dalam Al-Kabir 18/70; Al-Lalaka’I dalam Syarh I’tiqod Ahlus Sunnah Wal Jama’ah 1/101; Al-Hakim dalam Mustadrak 1/47).

    Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Ta’ala telah mengomentari hadits tersebut, beliau berkata: ”Sanadnya jayyid, perawinya semua tsiqoh ma’ruf selain ‘Ubaad Sa’id Al-Qurasyiy Al-Hamashiy, beliau meninggal pada tahun 250 H. Dan hadits yang berasal darinya telah diriwayatkan oleh Ibn Majah. Hadits ini telah aku takhrij dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 1492.4)

    Hadits dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu.

    تفرقت اليهود على إحدى وسبعين أو اثنين وسبعين فرقة والنصارى مثل ذلك وتفترق أمتي على ثلاث و سبعين فرقة.


    “Telah berpecah belah umat Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan atau tujuh puluh dua golongan dan demikian juga umat Nashrani. Dan akan terpecah belah umatku menjadi tujuh puluh tiga golongan” (HR. At-Tirmidzi no. 2642; Ibnu Majah no. 3991. Berkata At-Tirmidzi: Hasan Shahih). [Lihat Zhilalul Jannah Takhrij Kitabus Sunnah, Syiekh Muhammad Nashiruddin Al-Albany, 1/33]

    lafadz lain hadits yang berasal dari Abi Hurairah yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah berbunyi:

    تفرقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة وتفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة


    “Telah berpecah belah umat Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan dan akan berpecah belah umatku menjadi tujuh puluh tiga golongan”.

    Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Ta’ala mengomentari hadits ini, beliau berkata: ”Sanadnya hasan, perawinya tsiqoh dan mereka adalah perawi Bukhori-Muslim, kecuali Muhammad bin ‘Amr, adapun dia ini hasanul hadits sebagaimana kami terangkan dalam Silsilah Ahadits Ash-Shohihah no. 203. Dan hadits ini dishahihkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim.

    Hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu.

    إن بني إسرائيل افترقت على إحدى وسبعين فرقة وإن أمتي ستفترق على ثنيتين وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة وهي الجماعة.


    “Sesungguhnya bani Isroil telah terpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan, dan sesungguhnya umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, semuanya masuk Neraka kecuali satu, dan mereka adalah Al-Jama’ah” (HR. Ibn Majah no. 3990).

    Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Ta’ala berkata: ”Hadits Shahih. Hadits ini telah aku keluarkan dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 203 dari hadits Abi Hurairoh radhiallahu ‘anhu dan no. 204 dari hadits Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu.
    ...

    ReplyDelete
  2. Hadits dari Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu

    إن هذه الأمة ستفترق على إحدى وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة وهي الجماعة


    “Sesungguhnya umat ini (Islam) akan terpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan, semuanya masuk Neraka kecuali satu (golongan), mereka adalah Al-Jama’ah”.

    Hadits ‘Irbadl bin Sariyah radhiallahu ‘anhu

    وعظنا رسول الله صلى الله عليه وسلم يوما بعد صلاة الغدة موعظة بليغة ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب, فقال رجل: إن هذه موعظة مودع فماذا تعد إلينا يا رسول الله, قال: “أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبد حبشي فإن من يعش منكم يرى اختلافا كثيرا وإياكم ومحدثات الأمور فإنها ضلالة فمن أدرك ذلك منكم فعليه بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المحديين عضوا عليها بالنواجد…”


    “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menasehati kami setelah sholat dengan nasehat yang menggetarkan hati dan membelalakkan mata, maka kami berkata:’Ya Rasulullah, ini seperti nasehat orang yang akan berpisah, maka wasiatilah kami’. Beliau bersabda: ”Aku wasiatkan pada kalian untuk bertaqwa, mendengar dan ta’at, meskipun yang memerintah kalian adalah seorang Habasyiy (budak). Barangsiapa diantara kalian hidup setelahku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah khulafa’ ar-rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Gigitlah ia dengan gigi gerahammu…” (HR. Abu Dawud no. 4607; AT-Tirmidzi no. 2676; Ibn Majah no. 42; Ahmad 4/126,127).

    Berkata At-Tirmidzi: ”Hadits Hasan Shahih”.

    Berkata Ibn Rajab Al-Hanbali rahimahullah Ta’ala: ”Bahwasannya secara zhahir sanad hadits ini jayyid mutashil dan periwayatannya adalah tsiqoh masyhur.

    Berkata Al-Hafidz Abu Nu’aim:”Termasuk dalam hadits yang jayyid dari hadits-hadits yang shahih”

    Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Ta’ala dalam mentakhrij hadits ini menjelaskannya sbb;

    a. Hadits dengan sanad dari Abdul Wahhab bin Najdah; telah berkata Walid bin Muslim, dari Abdullah bin Al-’Ala’ dari Yahya bin Abi Al-Matha’, ia berkata:”Aku telah mendengar ‘Irbadl bin Sariyah berkata: ’Bersabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (kemudian menyebutkan hadits tersebut)

    Berkata Syaikh Muhammad Nashiuddin Al-Albani rahimahullah Ta’ala: ”Hadits Shahih, rijal-rijalnya tsiqoh, akan tetapi Al-Walid bin Muslim seorang mudallis, tetapi hadits ini diperjelas (diperkuat) dengan sanad yang lain yang akan disebutkan setelah ini. Hadits dengan sanad ini dishahihkan oleh Ibn Hibban no. 102 dan selainnya, lihatlah ta’liq saya terhadap kitab Al-Misykah no. 165. Dan hadits yang dikeluarkan oleh Ibn Majah no. 43 dengan sanad: Telah berkata kepadaku Abdullah bin Ahmad bin Dzakun Ad-Damsiqi, telah berkata Al-Walid bin Muslim, telah berkata kepadaku Abdullah bin Al-’Ala’ –yakni Ibn Zabir-, menceritakan kepadaku Yahya bin Abi Al-Matha’, ia berkata: ’AKu mendengar ‘Irbadl bin Sariyah berkata, kemudian ia menyebutkan hadits tersebut…’. Saya (Syaikh Al-Albani rahimahullah) berkata: ”Sanad hadits ini shahih mutashil…”.

    b. Telah berkata ‘Amru bin ‘Utsman, telah berkata Baqiyah bin Al-Walid, dari Bahir bin Sa’ad dari Kholid bin Ma’dan dari Abdurrahman bin ‘Amr As-Salamiy dari ‘Irbadl bin Sariyah, sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (kemudian menyebutkan hadits tersebut).

    Berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Ta’ala: ”Ini Hadits shahih, para perawinya tsiqoh walaupun ada ‘an’anah Baqiyah akan tetapi hadits ini ada syawahidnya sebagaimana telah kita ketahui. Hadits dengan sanad ini diriwayatkan oleh: At-Tirmidzi no. 2676, beliau berkata: ”Hadits Hasan Shahih”; Ahmad 4/126,127; Abu Dawud no. 4607, Ad-Darimi 1/44-45, Ibn Hibban no. 102, Al-Hakim 1/95, ia berkata: ”Shahih, padanya tidak ada ilat/cacat dan disepakati oleh Adz-Dzahabi…”.

    ReplyDelete
  3. c. Telah berkata Isa bin Kholid, telah berkata Abu Al-Yaman, telah berkata Isma’il bin ‘Iyasy dari Arthah bin Munzir dari Al-Muhashir bin Habib dari ‘Irbadl bin Sariyah, ia berkata (kemudian matan hadits tersebut).

    Berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Ta’ala: ”Hadits Shahih, semua perawinya tsiqoh selain Isa bin Kholid, ia tidak saya ketahui (majhul). Ia bukanlah Isa bin Kholid Al-Yamamiy yang biodatanya terdapat di dalam kitab Al-Jarh Wat Ta’dil 3/1/275 dan tarikh ibn Asakir 14/4/1-2″.

    d. Telah berkata Muhammad bin ‘Auf, telah bekata Abu Al-Yaman dari Isma’il bin ‘Iyash dari Sulaiman bin Salim dari Yahya bin Jabir dari Abdurrahman bin ‘Amr dari ‘Irbadl bin Sariyah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam (kemudian matan hadits).

    Berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Ta’ala: ”Sanadnya shahih, semua perawinya tsiqoh…”.

    e. Telah berkata kepadaku Abdurrahim bin Mutharif Ar-Ruwaisiy, telah berkata kepadaku Isa bin Yunus dari Tsur bin Yazid dari Kholid bin Ma’dan dari Abdurrahman bin ‘Amr dari ‘Irbadl bin Sariyah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam (matan hadits).

    Berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Ta’ala: ”Sanadnya shahih, semua rijalnya tsiqoh…”.

    f. Telah berkata kepadaku Husain bin Hasan, telah berkata kepadaku Al-Walid bin Muslim, telah berkata kepadaku Tsur bin Yazid dari Kholid bin Ma’dan dari Abdurrahman bin ‘Amr As-Salamiy dan Hajar bin Hajar Al-Kala’iy dari “irbadl bin Sariyah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam (kemudian matan hadits).

    Berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Ta’ala: ”Sanadnya shahih, semua perawinya tsiqoh. Husain bin Hasan adalah Ibn Harb As-Salamiy Al-Maruziy, ia tsiqoh, meninggal pada tahun 246. Lihat hadits no. 27 dalam Zhilalil Jannah dan hadits yang menyertainya berasal dari Abdul Malik bin As-Shabah Al-Misam’iy, telah berkata kepadaku Tsur bin Yazid yang dikeluarkan oleh Ibn Majah no. 44.

    ——————————
    Sumber : Dzilalul Jannah, Kary. Asy-Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany. Download di http://alalbany.net

    oh ya, yang saya tahu, pendhaifan yang dilakukan oleh ibnul wazir dan ibnu hazm, merupakan pendhaifan yang tidak dapat diterima dan tidak ada asal/pijakannyanya dalam ilmu hadits. Bahkan ibnu hazm banyak di kritik dalam masalah hadits(Rekaman Ceramah "Siapakah Golongan yang Selamat?" - Ust.Dzulqarnain Al-Makassary)

    ReplyDelete
  4. Itu khan pendapat antum, dan beberapa ulama yang lainnya. Ada juga khan pendapat Al Allamah Ibnu’l Wazir :” Janganlah kalian tertipu oleh hadits lemah yang menyatakan semuanya di neraka kecuali satu golongan. Itu adalah tambahan batil dan tidak benar bahkan merupakan rekayasa orang-orang mulhid”.
    - Ibnu Hazm : Ini adalah hadits palsu. Tidak mauquf (sampai kepada sahabat) juga tidak marfu’ (sampai kepada Rasul SAW). demikian pula hadits-hadits tentang celaan terhadap Qadariah,Murju’ah, dan Assyariah. Semuanya adalah hadits-hadits Dhaif dan tidak kuat. (Al Awashim Wal Qawashim ,/186)”
    - Al Hafidzh Ibnu Katsir : “ Disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan dari beberapa jalan dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda :”Ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. semuanya di dalam neraka kecuali satu golongan” Ibnu Katsir tidak menyebutkan hadits itu shahih atau hasan, bahkan tidak menambah penjelasan, padahal menjadi kebiasaan beliau adalah ia menafsirkan secara panjang lebar dengan menyebutkan hadits2 dan atsar2 yang sesuai dengannya.

    Antum mau bilang mereka semua bid'ah dhalalah? Berani ente? Malah penafsiran seperti ente ini yang cenderung mengkotak-kotakkan umat islam. Hormatilah perbedaan pendapat yang andar bro.

    Mengenai syaikh Abdul Wahhab, saya cari dulu buku sejarahnya.

    Yang valid, yang bukan keluaran situs salafi..hehehe

    ReplyDelete
  5. Perasaan dari dulu masalah ini khilaf deh...
    Imam Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn Majah, masing-masing dalam kitab Sunan-nya meriwayatkan hadits tentang penggolongan umat Islam menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan atau firqoh, dan hanya satu golongan di antaranya yang selamat dari ancaman siksa neraka, yaitu golongan yang konsisten pada ajaran Nabi Muhammad SAW dan para Sahabatnya (Jama’ah) atau yang kemudian disebut dengan sebutan Ahlussunnah wal Jama’ah. Menurut Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (w. 429 H/1037 M) sebagaimana disebut dalam karya monumentalnya, Al-Farq bainal-Firaq hadits tersebut diriwayatkan dari beberapa sumber sanad, antara lain; Anas bin Malik, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin ‘Amr, Abu Umamah dan Watsilah bin al-Asqa.

    Respon para ulama kalam terhadap hadits tersebut ternyata tidak sama. Setidaknya, ada tiga macam respon yang diberikan;

    Pertama, hadits-hadits tersebut digunakan sebagai pijakan yang dinilainya cukup kuat untuk menggolongkan umat Islam menjadi 73 firqah, dan di antaranya hanya satu golongan yang selamat dari neraka, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah. Di antara kelompok ini antara lain; Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (Al-Farq bainal-Firaq), Imam Abu al-Muzhaffar al-Isfarayini (at-Tabshir fid Din), Abu al-Ma’ali Muhammad Husain al-‘Alawi (Bayan al-Adyan), Adludin Abdurrahman al-Aiji (al-Aqa’id al-Adliyah) dan Muhammad bin Abdulkarim asy-Syahrastani (al-Milal wan Nihal). Ibn Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (vol-3) menilai bahwa hadits tersebut dapat diakui kesasihannya.

    Kedua, hadits-hadits tersebut tidak digunakan sebagai rujukan penggolongan umat Islam, tetapi juga tidak dinyatakan penolakannya atas hadits tersebut. Di antara mereka itu, antara lain; Imam Abu al-Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari (Maqalatul Islamiyyin wa ikhtilaful Mushollin) dan Imam Abu Abdillah Fakhruddin ar-Razi (I’tiqadat firaqil Muslimin wal Musyrikin). Kedua pakar ilmu kalam ini telah menulis karya ilmiahnya, tanpa menyebut-nyebut hadits-hadits tentang Iftiraq al-Ummah tersebut. Padahal al-Asy’ari disebut sebagai pelopor Ahlussunnah wal Jama’ah.

    Ketiga, hadits Iftiraqul Ummah tersebut dinilai sebagai hadits dla’if (lemah), sehingga tidak dapat dijadikan rujukan. Di antara mereka adalah Ali bin Ahmad bin Hazm adh-Dhahiri, (Ibn Hazm, al-Fishal fil-Milal wal-Ahwa’ wan-Nihal).

    Pengertian firqah atau golongan dalam hadits tersebut, oleh para ulama dan para ahli tersebut, berkaitan dengan Ushuluddin (masalah-masalah agama yang fundamental dan prinsipil), bukan masalah furu’iyyah atau fiqhiyyah yang berkaitan dengan hokum-hukum amaliyah atau yang kerap disebut sebagai masalah khilafiyah, semacam qunut shalat subuh, jumlah raka’at tarawih, ziarah kubur, dan lain-lain.

    Syeikh Muhammad Muhyiddin Abdul-Hamid, seorang ulama’ yang banyak men-tahqiq karya-karya unggulan dalam ilmu kalam, seperti karya Imam al-Asy’ari, al-Baghdadi di atas, menyatakan kesulitannya untuk memperoleh hitungan yang valid terhadap firqoh-firqoh baru, seperti Ahmadiyah dan lain-lain.

    Demikian itulah masalah yang muncul dari hadits 73 firqoh. Selain itu, ada masalah-masalah lain yang masih memerlukan studi lebih lanjut yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyyah dan diniyyah, seperti; apa yang dijadikan parameter untuk menentukan suatu kelompok umat ini menjadi firqah tertentu yang mandiri yang berbeda statusnya dari kelompok lain. Lalu, apa sebetulnya yang paling banyak menjadi pemicu timbulnya firqah-firqah tersebut?

    Terakhir, sejauhmana peran realitas historis dan kultural dalam mempengaruhi perjalanan dan dinamika firqah-firqah tersebut. Tentu saja, masih banyak lagi yang perlu dikaji lebih lanjut.

    ReplyDelete
  6. Antum mau bilang mereka semua bid'ah dhalalah? Berani ente?

    >> saya gak bilang begitu lho. Saya cuma ngasih tau aja, kalo pelemahan ibnu wazir dan ibnul hazm itu menurut ulama ahli hadits adalah pelemahan yang tidak ada asalnya dalam ilmu hadits. Wallahu A'lam

    tambahan SEMUANYA MASUK NERAKA, antu sudah cek baik2 tidak???
    >> iya, tambahan tersebut shahih, dishahihkan oleh sejumlah para ulama ahli hadits. Saya udah sebutkan di atas kan.

    Sekali lagi, saya melihat ada perbedaan sudut pandang. Yaudahlah, saya kan cuma memberi nasehat dan tambahan ilmu, bukan ngajak berdebat akhi. Kalo antum tetap bersikukuh yah silahkan.

    Sekali lagi thanks akh utk diskusinya...=)

    ReplyDelete
  7. اسلم عليكم

    ini juga diskusi yang menarik, ditambah kali ini sedikit ada nara sumbernya walaupun stidak semuanya

    Namun saya mempunyai sedikit ganjalan :

    1. pernyataan ananda :
    "Sekalipun kitab Ash Sahihain tidak mencakup seluruh hadits shahih, tetapi keduanya tidak pernah meninggalkan satupun masalah penting. Pasti akan disebutkan didalamnya walaupun satu hadits"

    komentar saya :
    A. memang as sahihain tidak mencakup seluruh hadits sahih (setuju)
    B. keduanya memang tidak meninggalkan satupun masalah penting (setuju)
    C. walaupun demikian poin B ini dibatasi oleh poin A. Jadi bisa saja keduanya tidak memasukan sebuah masalah penting karena memang keduanya tidak bisa mencakup seluruh hadits sahih yang ada

    (mohon dikoreksi jika salah)

    2. Pernyataan ananda : "Bahwa hadits mengenai terpecah belahnya ummat islam ke dalam 73 golongan keshahihan haditsnya masih dipertanyakan"

    komentar saya :
    Memang benar, namun ini ananda perhatikan ini hanya jika ditilik satu per satu.

    Tapi apabila ananda perhatikan semuanya ternyata sifatnya muttawatir. Satu sama lain saling mendukung. Sebagaimana dijelaskan dengan baik oleh saudara Amirul Ihlash

    diketahui bahwa hadits tersebut diriwayatkan Ahmad 4/126,127; Abu Dawud no. 4607, Ad-Darimi 1/44-45, Ibn Hibban no. 102, Al-Hakim 1/95, ia berkata: "Shahih, padanya tidak ada ilat/cacat dan disepakati oleh Adz-Dzahabi"

    Kritik terhadap perawi pun sudah dibahas oleh ulama. Namun jika jumhur ulama masih mnggunakannya untuk hadits. Maka hadits ini tentunya bisa diterima

    ----------------------------------------(note)
    untuk menyeimbangkan penilaian :

    ananda katakan "Perlu diketahui bahwa Turmudzi, Ibnu Hibban dan Al Hakim adalah termasuk perawi yang sangat gampang menshahihkan suatu hadits"

    Dan saya katakan bahwa saya pernah dengar bahwa ibnu hazm sendiri terkenal terlalu mudah mendhoifkan hadits (sumber menyusul)
    -----------------------------------------------

    tambahan dari saya mengenai ibnu katsir : termasuk diantara gaya penulisan beliau (uslub) jika tidak menjelaskan panjang lebar suatu perkara. Maka perkara tersebut memang tidak mendapat kritikan darinya. Tentunya jika memang perkara ini salah pastilah beliau bertanggung jawab menjelaskan kesalahannya

    Jadi singkatnya dengan bahasa awam saya, secara individual memang ada kritik, namun secara global ini adalah hadits sahih. Berdasarkan jumhur pendapat 'ulama

    (mohon dikoreksi)

    sekian dulu
    terimakasih

    وسلم عليكم

    ReplyDelete
  8. Seeplah!
    Thanks atas msukannya, kita berbeda pendapat masalah ini. argumen ustad bisa saya terima. Tapi tidak merubah pendapat ulama yang saya pilih.
    Mengenai sejarah, nanti saya cari referensinya karena lagi sibuk kerjaan lain
    jazakaLlah

    ReplyDelete
  9. اسلم عليكم

    maaf saya lupa mendudukan beberapa perkara, agar nantinya diskusi ini mempunyai arah tujuan

    arahan ini untuk lebih mudahnya saya gulirkan berupa pertanyaan dan pernyataan yang saya harapkan ananda mengcounternya berdasarkan point yang saya buat :

    Saya menyimpulkan dan menyatakan bahwa hadits perpecahan ummat tersebut adalah sahih menurut jumhur berdasarkan argumentasi nash - nash ulama yang saya ketahui dan telah saya sampaikan di atas

    1. Dengan argumentasi tersebut, apakah ananda setuju atau apakah akan menolak dengan argumentasi lain ?

    2. Berdasarkan jawaban pertama ananda, pendapat ulama siapakah yang ananda pilih, mengingat tidak disebutkan di atas maupun di artikel


    maaf sebelumnya kenapa saya tanyakan : karena posisi ananda sendiri terhadap hadits ini tidak jelas. Kadang setuju kadang tidak dengan alur argumentasi yang maaf berbelok - belok.

    saya sebagai pembaca walaupun berusaha memahami maksud ananda

    Mudah - mudahan dengan jawaban atas 2 point diatas memudahkan kita untuk bertukar pikiran paling tidak menyamakan persepsi

    وسلم عليكم

    ReplyDelete
  10. Saya menyimpulkan dan menyatakan bahwa hadits perpecahan ummat tersebut adalah sahih menurut jumhur berdasarkan argumentasi nash - nash ulama yang saya ketahui dan telah saya sampaikan di atas

    > Silahkan berpendapat seperti itu ustad, diatas kan saya sudah menggambarkan bgm para ulama berbeda sikap ttg hadits ini. Apakah mereka saling menjelek2kan satu sama lain? Tidak bukan? Ustad terlalu memaksakan setiap orang yg berdiskusi dengan antum utk bersepakat, inilah salah satu penyebab perpecahan ummat. Maaf, saya bukan taqliders yang mengklaim bahwa “hanya” ulama2 yang berbasis di yaman atau hijaz saja yang salaf. Setiap saya melihat mereka berdiskusi di berbagai forum, dalam hati saya selalu bertanya2 mereka ini manhaj salaf atau manhaj ulama Yaman? Lantas mereka senang sekali mencari kelemahan dan kesalahan ulama2 diluar “mazhab” mereka. Setau saya manhaj salaf menyuruh kita untuk ittiba', mengikuti sesuatu dengan merujuk kepada nash dan ilmu. Bukan taqlid kepada ulama tertentu, dan menolak habis2an ulama yg bukan berasal dari golongan mereka.

    Kesimpulan antum ustad : “Jadi singkatnya dengan bahasa awam saya, secara individual memang ada kritik, namun secara global ini adalah hadits sahih. Berdasarkan jumhur pendapat 'ulama”
    > Saya sudah tulis panjang lebar, saya sudah baca berbagai macam buku, saya sempat bingung juga melihat hadits ini. Kalau antum “memaksa” lagi saya buka referensi2 lama, wah gak sempat ustad. Saya lagi banyak kerjaan. Nantilah kalo ada waktu, saya buka lagi buku2 kitab ma catatan2 saya. Jadi ceritanya setelah melihat ikhtilaf diatas, dan melihat berbagai macam pendapat ulama2 salaf maupun khalaf yang mu’tabar. Saya mengambil sikap di tengah2 :
    “Hadits-hadits tersebut tidak digunakan sebagai rujukan penggolongan umat Islam, tetapi juga tidak dinyatakan penolakannya atas hadits tersebut. Di antara mereka itu, antara lain; Imam Abu al-Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari (Maqalatul Islamiyyin wa ikhtilaful Mushollin) dan Imam Abu Abdillah Fakhruddin ar-Razi (I’tiqadat firaqil Muslimin wal Musyrikin). Kedua pakar ilmu kalam ini telah menulis karya ilmiahnya, tanpa menyebut-nyebut hadits-hadits tentang Iftiraq al-Ummah tersebut. Padahal al-Asy’ari disebut sebagai pelopor Ahlussunnah wal Jama’ah.”

    1. Dengan argumentasi tersebut, apakah ananda setuju atau apakah akan menolak dengan argumentasi lain ?
    > Saya menolak argumentasi bahwa Cuma satu golongan masuk ke neraka, tapi saya menolak untuk menafikan hadits itu. Pokoknya saya netral! Sampai Allah menunjukkan mana yang benar. Apakah saya salah? Sedangkan orang yang lebih berilmu saja daripada saya ada yang mengambil sikap demikian?

    ReplyDelete
  11. Note:
    Saya menghormati pendapat semua ulama, saya paling benci orang2 yang tidak menghormati ulama. Membatas2inya dalam kotak2 sangkar emas kemudian dipuja-puji. Semua ulama bisa tertolak dan bisa diterima kata2nya.

    Saya biasa tersenyum sendiri kalo ada yg mengklaim seperti ini, ini sudah kesepakatan dari ulama ahlus sunnah. Dalam hati saya berkata bener nih semua ulama ahlus sunnah bersepakat? Kalau dia bilang itu pendapat sebagian ulama hijaz dan Yaman, maka saya setuju. Tapi kalau kesepakatan semua ulama ahlus sunnah, tunggu dulu…gak segampang itu mengklaim. Sayang ilmu saya gak sampe kesana.

    Cara diskusinya juga standar cara diskusi orang-orang yang mengaku “salafy” itu, membenarkan apapun yang berasal dari ulama tertentu, sambil mereject apapun yang berasal dari ulama tertentu, dan tidak lupa memvonis. Mdh2an ustad bukan muqallidnya Syaikh Muqbil. Karena kalo benar. Saya tidak akan melanjutkan lagi diskusi ini, karena saya kehilangan respek terhadap beliau. Karena hampir semua pendapatnya terlalu memaksakan. Dan saya tidak suka dipaksa dan diklaim.

    Hampir semua pemikiran islam yang besar saat ini baik itu Salafy, PKS, HT dll terkena virus taashub golongan. Kemarin saya diskusi dengan seorang ustadz, cukup menarik apa yang dia sampaikan, bahwa temen2 "salafy" di Indonesia juga terjebak dalam taashub itu. Fanatisme golongan, menganggap mereka satu2nya fiqrah najiyah, dan yang selain mereka sesat. Prihatin saya…

    Saya bergaul baik dengan temen2 "salafy", saya malah kenal baik dengan salah satu pemilik radio salafy dan beberapa kali main ke rumahnya. Tapi saya tidak akan menyatakan mereka jahil atau gimanalah... mereka tetap saudara2 saya. Innamal mu'minal ikhwah. Bagi saya pendapat ulama manapun akan saya ambil, selama jelas rujukannya ke Quran sunnah, bukan hanya menggunakan dalil umum untuk masalah yang khas.

    Ketika saya mengambil pendapat Qaradhawi (misalnya), bukan berarti saya membenarkan apapun dari beliau, dan menyalahkan apapun yang menyelisihi beliau. Itu juga sama ketika saya mengambil pendapat Al Albani, Al Utsaimin, Bin Baz, Rabi bin Hadi, atau ulama-ulama terdahulu yang diakui seperti Ibnu Hajar, An Nawawi, dll. Saya akan mengambil pendapat apapun yang jelas rujukannya ke Quran dan sunnah.

    Seorang ustadz saya yang nahdliyin (NU) pernah berkata bahwa kita harus mengambil pendapat dari salah satu dari empat imam mujtahid mutlak itu secara konsisten. Tapi saya tidak sepakat, saya mengambil pendapat dari berbagai imam itu, mana yang paling rajih dan cocok, belum tentu yang paling mudah, karena bbrp pendapat imam yang saya ambil justru lebih keras/hati2. Tapi saya tetap menghormati temen2 nahdliyin yang konsisten mengambil dari satu mazhab fiqih saja.

    Sementara temen2 "salafy" di Indonesia, akan menyesatkan apapun dari ulama tertentu, dan membenarkan apapun dari ulama tertentu lainnya, tanpa mau repot2 melihat rujukannya dan membaca sendiri kitab2 rujukannya. Banyak yang dengan pede mengatakan ini manhaj salaf, itu bukan manhaj salaf. Bahkan di salah satu milist "salafy", ada posting yang meminta MP3 tilawah Quran yang bermanhaj salaf, coba bayangin... emang ada tajwid bermanhaj salaf dan non salaf? yang ada tajwid salah dan non salah.

    Saya hormati posisi temen2 "salafy" di Indonesia ini. Saya hargai, bahkan saya akui, dalam beberapa kasus, temen2 "salafy" itu paling tinggi ghirahnya kepada ilmu ketimbang kader2 PKS, terutama yang belakangan ini sibuk berpolitik melulu, dan itu sangatlah positif. Tapi ya alangkah baiknya, hilangkanlah taqlid itu, karena membuat kita terjebak juga dalam taashub golongan tadi. Diakui atau tidak
    JazakaLlah.

    ReplyDelete
  12. اسلم عليكم

    1. ananda katakan ananda tidak suka dengan orang yang suka memvonis bukan, lantas dengan alasan apa ananda memvonis saya dengan pernyataan :

    "Ustad terlalu memaksakan setiap orang yg berdiskusi dengan antum utk bersepakat, inilah salah satu penyebab perpecahan ummat"

    karena dari pernyataan saya sebenarnya :
    a. saya hanya menegaskan pendapat mana yang saya pilih tentang status hadits "berdasarkan argumen yang saya ketahui"
    b. mempertanyakan pengambilan kesimpulan ananda yang terkesan menggantung. Dan sebenarnya hanya meminta penegasan saja

    2. saya tidak pernah mengatakan kesepakatan seluruh ulama, saya katakan sepengetahuan saya ini adalah pendapat jumhur dan sifat mutawattir

    silakan dan saya mohon di kros cek

    ananda tentu tau beda "kesepakatan seluruh ulama" dengan "jumhur ulama"

    3. bukankah lebih mudah jika ditulis jawaban singkat dan sopan semisal :
    a. sikap saya netral (diam)
    b. saya belum bisa mencari dalam waktu dekat

    daripada memperlebar diskusi, karena seingat saya "kita hanya membahas status hadits ini bukan membahas yang lain"

    4. saya mempertanyakan sumber yang ananda ambil baik dari artikel ini maupun yang satu lagi

    karena penulisan seperti ini mempersulit penelusuran pembaca terkhusus yang memang berniat untuk tabayun dalam setiap permasalahan dan menghindari taqlid

    dan metode penulisan seperti ini tidak ilmiah
    khususnya jika keluar seorang akademisi dan orang terpelajar seperti ananda

    (saya hanya mengkritik tulisan ananda yang tanpa mencantumkan sumber)

    5. sebenarnya di sini berlaku pepatah "semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak nampak"

    a. apakah karena saya mempertanyakan metode ananda dalam artikel ini maupun dalam artikel yang satu lagi, maka saya dituduh "suka memaksakan pendapat"

    b. apakah karena saya menyampaikan argumen yang berbeda lantas saya menjadi seorang yang taqlid buta (di bagian mana dari kalimat saya) dan merasa "paling" benar sendiri

    6. kenapa saya getah karena perselisihan ananda dengan orang lain. sedangkan pertanyaan saya sebenarnya sederhana dan tidak meliputi semua jawaban ananda yang melebar jauh

    7. dari jawaban tersebut sebenarnya ananda sudah mengkotak-kotakan orang pula, padahal :

    "Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan"

    ananda saya hanya mengingatkan, justru setelah sebelumnya berniat diskusi.

    8. jika saja semua yang berseberangan dengan ananda, dituduh demikian (dituduh taqlid, memaksakan pendapat dll). maka saya tidak melihat perbedaan ananda dengan orang-orang yang ananda cela sifatnya ?

    sekian terimakasih

    وسلم عليكم

    ReplyDelete